Saya tertarik memposting tulisan di bawah ini karena urusan Indover ini seperti api dalam sekam: mula-mula tak tampak namun lama-kelamaan semakin membesar dan menghanguskan seluruh isi kandang. Ini persoalan serius tapi agaknya pemerintah cuek saja.....
Dalam perspektif sejarah, Bank yang berkedudukan di Belanda ini memiliki arti penting dalam sejarah perbankan Indonesia. Namun dengan ambruknya bank yang dinasionalisasi oleh NKRI dari pemerintah Kerajaan Belanda ini maka, dipastikan kredibilitas perbankan Indonesia menjadi hancur.
Lebih dari persoalan sejarah, maka lagi-lagi kita menyaksikan perilaku pemerintah yang tidak bertanggung jawab menyangkut dana masyarakat. Jumlah uang rakyat yang "tersangkut" di Indover melalui penyimpanan yang dilakukan Bank Mandiri, Bank BRI dan BNI bukanlah jumlah sedikit.
Kita tunggu saja seberapa serius Kejaksaan Agung mengusut kasus yang mencoreng harga diri bangsa ini...
Kucuran Kredit ke Indover karena Ada Comfort Letter
Media Indonesia, Rabu, 22 Oktober 2008
KETUA BPK Anwar Nasution mengungkapkan temuan comfort letter yang diberikan oleh BI kepada Indover. Itu berarti adanya semacam jaminan dari direksi BI atas Indover sehingga sejumlah bank nasional bersedia mengucurkan pinjaman.
"Masalah Bank Indover kan comfort letter. Ini merupakan contingent liability dari BI. Selama ini kita tidak tahu ada comfort letter, baru sekarang ketahuan," kata Anwar di Gedung DPR, kemarin.
Pembekuan operasional Indover oleh bank sentral Belanda pada Selasa (7/10) mendorong BPK melakukan pemeriksaan ulang terhadap BI termasuk Indover. Hal yang diperiksa termasuk dana milik tiga bank BUMN yang ikut menjadi kreditor.
''Mereka juga menempatkan dananya di Indover karena adanya comfort letter. Jadi, seolah-olah sebagai jaminan dari direksi BI, kalau ada apa-apa dengan bank ini maka uang mereka utuh kembali. Padahal, kalau Indover bangkrut, pada akhirnya akan menjadi beban rakyat juga," tegasnya.
Kasus Indover menjadi persoalan serius karena mengulang praktik buruk masa lalu. Menurutnya, saat ini posisi ketiga bank BUMN itu menjadi riskan karena jika dana mereka tidak kembali, bank-bank itu akan ambruk.
BPK secara rutin memeriksa BI termasuk Indover. Namun, dengan terkuaknya kasus ini, BPK akan melakukan audit ulang terhadap BI dan Indover. "Saat ini auditor BPK sudah ada di BI untuk melakukan pemeriksaan. Saya kira akan segera dilakukan," imbuhnya.
Likuidasi
Rekomendasi agar Indover dilikuidasi sebenarnya sudah mengemuka sejak 2006. Namun, BI tidak menggubrisnya. "Dalam laporan kami yang terakhir atas audit Indover tahun 2006 sudah menyatakan harus dilikuidasi, tidak perlu didivestasi, langsung dilikuidasi saja," tegas Auditor Utama BPK Syafri Baharuddin di Gedung DPR, kemarin.
Alasan likuidasi itu karena fokus bisnis Indover yang tidak jelas dan tidak melaksanakan prinsip kehati-hatian. "Itu semua bisa dibaca di website kami," katanya.
Dijadwalkan, DPR kembali mengundang BI hari ini untuk membahas masalah Indover. Wakil Ketua Komisi XI DPR Endin AJ Soefihara mengatakan bank sentral itu akan dimintai keterangan soal kesulitan likuiditas yang dialami anak usahanya.
Sementara itu, anggota Komisi XI DPR Drajad Wibowo mengimbau agar DPR tidak terburu-buru memutuskan supaya BI menyuntikkan modal ke Indover. Sebelum sampai pada putusan itu, sebaiknya terlebih dahulu dilakukan pengusutan atas kebangkrutan bank tersebut.
''Bolongnya pembukuan Indover juga harus diteliti. Berapa sebenarnya jumlah dana di Indover. Apa ada unsur pidananya atau tidak, harus diselidiki,'' kata Drajad.
Selain itu, kegagalan manajemen BI atas anak usahanya itu juga harus diinvestigasi.
(Sha/Ant/E-4)
Kejagung Pastikan Kasus Indover Lanjut di 2009
Rabu, 24 Desember 2008
K. Yudha Wirakusuma - Okezone
JAKARTA - Kejaksaan Agung belum menetapkan adanya tersangka baru dalam kasus Indover. Bagaimana kelanjutan kasus ini, kejagung baru akan memutuskan awal tahun 2009.
"Belum, baru akan diteliti. Nanti setelah tahun baru akan kita rapatkan," ujar Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus Marwan Effendy kepada wartawan di gedung Kejagung Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Rabu (24/12/2008).
Dia mengatakan kasus ini terkait dengan penyimpangan kredit sehingga akan disangkakan melanggar beberapa pasal, yakni pasal 1 ayat 1 sub a dan b jo pasal 28 UU Nomor 3 Tahun 1971 jo pasal 55 ayat 1 KUHP jo UU 31 Tahun 1999.
Disinggung apakah gubernur Bank Indonesia memiliki kewenangan dalam kasus ini? Marwan menjawab tentu saja ada kewenangannya. Dia mengatakan kejagung akan melihat apakah ada perbuatan melawan hukum dalam kasus Indover.
(teb) (lsi)
Edisi 04 November 2008
Kasus Indover Rugikan Pemerintah
Edisi 04 November 2008
JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pemerintah merasa dirugikan dalam kasus Indover Bank, yang dibekukan pengadilan Belanda karena kesulitan likuiditas. Pemerintah tercantum dalam letter of comfort yang diterbitkan Bank Indonesia pada 25 Februari 2008 terkait dengan Indonesische Overzeese Bank NV atau Indover Bank.
Dalam surat itu disebutkan pemerintah terikat dalam Letter of Comfort Bank Indonesia untuk Indover Bank atau menjamin surat tetap berlaku terhadap pemerintah Indonesia. Manajemen Indover juga memasukkan surat itu ke dalam klausul perjanjian untuk mendapatkan kredit sindikasi US$ 117,5 juta dari sembilan bank dan US$ 80 juta dari lima bank.
Sri Mulyani mengatakan Bank Indonesia tidak pernah memberi tahu atau meminta persetujuan pemerintah berkenaan dengan pencantuman ketentuan pemerintah terikat dalam letter of comfort. Dia menilai surat itu merupakan pernyataan yang tidak benar dan menyesatkan serta merupakan tindakan melawan hukum.
"Pemerintah akan melakukan necessary legal action," kata Sri Mulyani di Jakarta kemarin. Pemerintah akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dan kepolisian untuk mengetahui kerugian pemerintah. Tindakan hukum akan diambil terhadap Indover dan pejabatnya serta pihak terafiliasi lain yang ikut bertanggung jawab.
Pemerintah, kata dia, menegaskan tidak punya kaitan apa pun dengan Indover sehingga tidak memiliki tanggung jawab dalam kasus ini. "Itu masalah Indover melakukan misrepresentasi," katanya. Indover memiliki hubungan dengan Bank Indonesia sebagai pemilik yang diatur oleh undang-undang.
Menurut Sri Mulyani, kegagalan penyelamatan Indover Bank tidak ada hubungan atau pengaruhnya pada kondisi keuangan negara yang dikelola pemerintah. Karena itu, kondisi keuangan negara secara keseluruhan tidak bisa dilihat hanya dari sudut kegagalan Indover.
Sementara itu, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta mendesak kasus Indover diusut tuntas. Dia menilai ada kejanggalan dengan banyaknya dana bank milik negara yang disimpan di bank yang beroperasi di Amsterdam, Belanda, itu. "Saya juga aneh, banknya di Belanda tapi debitornya di Indonesia," katanya.
Berdasarkan penilaian kurator kredit macet, kata dia, ditemukan bahwa yang membuat Indover bangkrut salah satunya karena banyak aset yang berasal dari bank di Indonesia. Paskah menilai hal ini janggal kecuali dana yang disimpan itu dipakai untuk keperluan ekspor.
Paskah mendesak Badan Pemeriksa Keuangan melakukan audit khusus terhadap Indover dan kewajiban bank sentral. "Badan pengawas keuangan harus masuk untuk mengaudit aset saham yang dimiliki bank sentral," katanya.
Indover Bank dibekukan pengadilan Belanda sejak 7 Oktober lalu karena kesulitan likuiditas. Bank ini membiayai kredit jangka panjang dengan memakai utang jangka pendek. Berdasarkan data Indover per 6 Oktober 2008, utang jangka pendek yang harus dilunasi US$ 67,5 juta dan 18 juta euro.
Bank Indonesia memutuskan merelakan Indover dilikuidasi karena tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk menambah modal. Namun, alasan ini dibantah Dewan karena bank sentral tidak pernah secara resmi meminta persetujuan penambahan modal. ANTON APRINATO | GUNANTO
Tersangkut di Indover
Sejumlah bank di Indonesia masih memiliki simpanan dana ketika Indover dibekukan oleh pengadilan Belanda.
Bank BNI US$ 27 juta
Bank BRI US$ 95 juta
Bank Mandiri US$ 45 juta
Bank Ekonomi US$ 19 ribu
Bank Lippo US$ 50 juta
Tuesday, January 13, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 comments:
Dear Mr. Triyana,
keep up the good work.
As for the word Bersiap period, semantics do not change (historical) reality. Between the Japanese surrender and Sukarno's/Hatta's Declaration of Independence (which of course is Indpendence Day - what followed was an Independence War very comparable with the 80 Years War) and the start of Operation Product there was a period of direct violence against several ethnic groups in Indonesia. If Bersiap is misplaced (I don't care much; I think you should propose another one.
Again, there is a similarity with the 80 Years War, which turned into a Dutch war of independence. It's not widely known (after 450+ years), but the Dutch protestants committed cruelties against Dutch catholics.
Otherwise I don't see any contradictions between your Indonesian perspective on the colonial period and the Indonesian Independence War and the Dutch one. The problem is rather that many Dutchies (I'm one of the exceptions) find it hard to accept that Dutch history has many dark sides. This denialism applies to the Dutch perspective on Surinamese history as well.
Yours sincerely,
Mark Nieuweboer
(I don't care much; it's only a name and Indonesian Wikipedia has an entry called Bersiap) I think you should propose another one. "Violence" is too general.
Post a Comment